Rabu, 02 Januari 2013

Kontrak / Perjanjian Terapeutik


Kewajiban dan saling pengertian antara pasien dan terapis dapat digambarkan sebagai"kontrak terapeutik". Akibatnya, terdiri dari "Jika Anda melakukan ini-aku akan melakukan itu"klausa, dan bebas dinegosiasikan oleh kedua belah pihak; Bahkan, mungkin ada harapan taktertulis, kondisi tersirat dan ³tipe-kecil" klausa. Sejauh pemahaman berbeda akan ada konflikdan sakit akan di psikoterapi seperti pada hubungan lain. Dimana terapi hasil dari harapan ygtak disuarakan dan kontradiktif, "kontrak korup" ada yang dapat merusak berakhir terapi (Beall,1972). Ini penting, karena itu, bahwa perjanjian yang jelas dapat diangkat oleh kedua belahpihak akan dicapai pada awal terapi. Biasanya, namun, kontrak terbentuk selama beberapa sesidan dapat dinegosiasi ulang dan diubah nanti. Kemungkinan jarang, tentu saja, untukmenyatakan dalam semua rincian yang diperlukan bahwa kerangka dasar terapidikomunikasikan secara terbuka dan dipahami.Kondisi pertama dan paling mudah untuk ditentukan adalah mereka yang peduli denganpenjadwalan dan biaya. jadwal waktu diatur, biaya yang ditetapkan, dan frekuensi kunjungandiputuskan. Pasien setuju untuk datang tepat waktu tersebut, untuk menelepon cukupmenjelang waktu jika janji harus dibatalkan, dan membayar tagihan dalam beberapa cara yangsaling disetujui. Terapis, di pihaknya, akan tersedia pada jam-jam yang dijadwalkan danterjangkau melalui telepon di lain waktu jika ada keadaan darurat. Dia adalah untuk mengatur privasi tak terganggu selama sesi terapi dan melindungi rahasia pasien nanti.Terapi biasanya dimulai dengan perjanjian bersyarat dan terbuka panjang untukprosesnya. Kecuali dalam beberapa bentuk terapi waktu terbatas, jawaban terapis untukperhatian pasien hanya dapat dimengerti menjadi jujur "Aku tidak tahu berapa lama waktu yangdiperlukan," meskipun dari berbagai pengalaman yang mungkin dapat ditunjukkan. biasanya,Namun, pengaturan yang tersisa tentatif pada sesi pertama, bagi pemahaman penting adalahbahwa itu adalah saat penilaian dan eksplorasi bersama.dalam efek ini adalah kontraksementara, "Mari kita bersama-sama selama beberapa sesi sehingga saya yang bisamendapatkan rasa masalah dan melihat apakah Anda benar-benar ingin bekerja dengansaya." hanya setelah tahap pertama adalah kontrak untuk terapi memutuskan.
Selain setuju untuk jadwal, biaya, dan sejenisnya, yang menyediakan struktur luar hubungan kewajiban utama pasien adalah komitmen fundamental, bahwa tanpareservasi sadar dan untuk yang terbaik kemampuannya ia akan mengkomunikasikanperasaan dan pengalaman secara terbuka dan jujur mana penyelidikan yang mungkinmemimpin. Apa yang sebenarnya terlibat dalam proses hanya dapat diketahui seiringberjalannya waktu, namun pasien harus dimulai dengan maksud untuk bekerja samadalam dialog terapeutik dan dengan kesadaran bahwa proses itu mungkin menyakitkandan memakan TME. Segi penting ini kontrak adalah puitis dikemas dalam judul akunHannah Green pengobatan sendiri, "Aku tidak pernah berjanji Anda kebun mawar."  Apa janji terapis? Dia setuju untuk memberikan perhatian penuh kepada pasien selamasesi terapi, untuk avold prasangka, terutama semacam moralistik, dan untukmenggunakan pengetahuan penuh, terbaik penghakiman, dan kemampuan empati atasnama pasien. Selain ini, dia meyakinkan pasien privasi dan kerahasiaan dan bahwa ia tidak akan dinyatakan penyalahgunaan kepercayaan pasien. Mengkomunikasikan terapis, secara umum setidaknya, kepatuhan kepada prinsip-prinsip etika profesinya. 

A.   Pengertian Perjanjian Terapeutik
Pengertian Perjanjian terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien yang memberikan kewenangan kepada dokter untuk melakukan kegiatan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut.
Dalam Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 434 /Men.Kes /X / 1983 tentang Berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia Bagi Para Dokter di Indonesia, mencantumkan tentang perjanjian terapeutik sebagai berikut:
Yang dimaksud perjanjian terapeutik adalah hubungan antara dokter dengan pasien dan penderita yang dilakukan dalam suasana saling percaya (konfidensial), serta senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan dan kekhawatiran makhluk insani”

Pengertian transaksi terapeutik ada beberapa definisi dari sarjana, yaitu :
1.   H.H. Koeswadji :
transaksi terapeutik adalah perjanjian (Verbintenis) untuk mencari atau menentukan terapi yang paling tepat bagi pasien oleh dokter.34)
2.   Veronica Komalawati :
transaksi terapeutik adalah hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis secara professional, didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan ketrampilan tertentu di bidang kedokteran.35)

dari hubungan hukum dalam transaksi terapeutik tersebut, timbullah hak dan kewajiban masing-masing pihak, pasien mempunyai hak dan kewajibannya, demikian juga sebaliknya dengan dokter.
Karena transaksi terapeutik merupakan perjanjian, maka menurut Komalawati (2002) terhadap transaksi terapeutik juga berlaku hukum perikatan yang diatur dalam buku III KUH Perdata, sebagaimana disebutkan didalam pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi :
Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum, yang termuat dalam Bab ini dan Bab yang lalu.
Dengan demikian, untuk sahnya perjanjian tersebut, harus dipenuhi syarat-syarat yang termuat dalam pasal 1320 KUH Perdata, dan akibat yang ditimbulkannya diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata, yang mengandung asas pokok hukum perjanjian.
Menurut Subekti (1985), suatu perjanjian adalah suatu peristiwa bahwa seseorang berjanji kepada orang lain atau antara dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Untuk sahnya perjanjian terapeutik (Nasution : 2005), harus dipenuhi syarat-syarat sesuai pasal 1320 KUH Perdata :
1. Adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya.
2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Mengenai suatu hal tertentu.
4. Untuk suatu sebab yang halal / diperbolehkan.
Syarat 1 dan 2 merupakan syarat subjektif yang harus dipenuhi yaitu para pihak harus sepakat, dan kesepakatan itu dilakukan oleh pihak-pihak yang cakap untuk membuat suatu perikatan.
Untuk keabsahan kesepakatan para pihak yang mengikatkan dirinya, maka kesepakatan ini harus memenuhi kriteria pasal 1321 KUH Perdata yang berbunyi :
Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
Agar kesepakatan ini sah menurut hukum, maka didalam kesepakatan ini para pihak harus sadar (tidak ada kekhilafan), terhadap kesepakatan yang dibuat, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak, dan tidak boleh ada penipuan didalamnya. Untuk itulah diperlukan adanya informed consent atau yang juga dikenal dengan istilah Persetujuan Tindakan Medik.
Untuk syarat adanya kecakapan untuk membuat perjanjian, diatur dalam pasal 1329 dan 1330 KUH Perdata sebagai berikut :
Pasal 1329 :
Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.
Pasal 1330 :
Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah :
1. Orang-orang yang belum dewasa.
2. Mereka yang ditaruh di dalam pengampuan.
3. Orang-orang perempuan, dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Pihak penerima pelayanan medik yang tidak cakap untuk bertindak (tidak boleh membuat kesepakatan, atau kesepakatan yang dibuat bisa dianggap tidak sah) antara lain :
1. Orang dewasa yang tidak cakap untuk bertindak (misalnya : orang gila, pemabuk, atau tidak sadar), maka diperlukan persetujuan dari pengampunya (yang boleh membuat perikatan dengan dokter adalah pengampunya).
2. Anak dibawah umur, diperlukan persetujuan dari walinya atau orang tuanya.
Yang dimaksud dengan dewasa menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585/Men.Kes/per/IX/1989, Pasal 8 ayat (2) adalah telah berumur 21 tahun atau telah menikah. Jadi untuk seseorang yang berusia dibawah 21 tahun dan belum menikah, maka transaksi terapeutik harus ditanda tangani oleh orang tua atau walinya, yang merupakan pihak yang berhak memberikan persetujuan.

B.   Transaksi Terapeutik
Transaksi berarti perjanjian atau persetujuan yaitu hubungan timbal balik antara dua pihak yang bersepakat dalam satu hal. Terapeutik adalah terjemahan dari therapeutic yang berarti dalam bidang pengobatan. Ini tidak sama dengan therapy atau terapi yang berarti pengobatan. Persetujuan yang terjadi di antara dokter dengan pasien bukan di bidang pengobatan saja tetapi lebih luas, mencakup bidang diagnostic, preventif, rehabilitasi maupun promotif, maka persetujuan ini disebut persetujuan terapeutik atau transaksi terapeutik.
Dalam bidang pengobatan, para dokter dan masyarakat menyadari bahwa tidak mungkin dokter menjamin upaya pengobatan akan selalu berhasil sesuai yang diinginkan pasien / keluarga. Dokter hanya dapat memberikan upaya maksimal. Hubungan dokter dengn pasien ini dalam perjanjian hukum perdata termasuk kategori perikatan berdasarkan daya upaya / usaha maksimal (inspanningsverbintenis). Ini berbeda dengan ikatan yang termasuk kategori perikatan yang berdasarkan hasil kerja (resultaatsverbintenis). Yang terakhir ini terlihat dalam urusan kontrak bangunan, dimana bila pemborong tidak membuat rumah sesuai jadwal dan bestek yang disepakati, maka pemesan dapat menuntut pemborong.
C.   Sifat Hubungan Dokter-Pasien
Hubungan yang terjadi antara dokter dengan pasien secara umum dianggap sebagai suatu jenis kontrak. Sebuah kontrak adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih, dimana kedua belah pihak membuat perjanjian untuk masing-masing pihak, menurut istilah hukum, memberikan prestasinya. Masalah perjanjian diatur dalam Hukum Perdata.
Hukum perdata yang termuat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk Wetboek yang telah mulai diberlakukan sejak Tahun 1847. Walaupun falsafah dan materinya sudah banyak yang tidak sesuai  lagi dengan zaman, namun masih juga ada dasar-dasar pokok yang terdapat di bidang Hukum Perjanjian yang masih dapat dipergunakan.
Sebagaimana diketahui Burgerlijk Wetboek memperoleh akarnya dari code civil. Dan kalau kita melihat di luar negeri, ternyata dasar-dasar pokok perjanjian dari code civil masih tetap dipergunakan terus. Dapat dikatakan bahwa dasar-dasar pokok code civil masih berlaku secara universal, baik di Negara continental maupun Negara Anglo Saxon ada juga pengaruhnya, sehingga ada kesamaannya.
Bila terjadi konflik antara dokter dan pasien diselesaikan oleh organisasi profesi dan lebih banyak menitikberatkan untuk menjaga kehormatan profesi dibandingkan memperjuangkan nasib pasien, padahal idealnya adalah penyelesaian atas akibat kesalahan dan kelalaian dokter dalam bentuk pertanggungjawaban yang meringankan pasien.
Hak-hak pasien yang tertulis dalam Pasal 53 ayat (2), dihormati dan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, antara lain :
1. Hak atas informasi.
2. Hak untuk memberikan persetujuan.
3. Hak atas rahasia kedokteran.
4. Hak atas pendapat kedua.

Hubungan pasien dengan dokter merupakan hubungan yang erat dan kompleks keeratan hubungan antara pasien karena diharuskan adanya kesalingpercayaan dan keterbukaan. Dalam hukum pasien dan dokter masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Hubungan terapeutik antara pasien dengan dokter terdiri dari lima asas yang berlaku dalam hubungan kontraktual yaitu :

1.    Asas konsensual
Dalam asas ini dokter dan pasien harus menyatakan persetujuannya, baik secara eksplisit (misalnya, secara lisan sanggup) atau secara implisit (misalnya menerima pendaftaran pasiennya, memberikan nomor urut).
2.    Asas itikad baik
Itikad baik dari kedua belah pihak merupakan hal yang paling utama di dalam hubungan terapeutik antara pasien dan dokternya
3.    Asas bebas
Dalam asas ini antara pasien dan dokternya mengikatkan diri bebas untuk menentukan hal-hal mengenai hak dan kewajiban masingmasing.
4.    Asas tidak melanggar hukum
Berdasarkan asas bebas, dokter dan pasiennya mengikatkan diri bebas untuk menentukan hal-hal mengenai hak dan kewajiban masing-masing tetapi dibatasi oleh asas ini yaitu isi perjanjiannya tidak boleh melanggar hukum.
5.    Asas kepatutan dan kebiasaan
Disamping tunduk kepada hukum dan hal-hal yang telah disepakati oleh dokter dan pasien tetapi kepatutan dan kebiasaan harus diikuti. Menurut Fred Ameln, dalam kaitan hubungan dokter dengan pasien, maka dalam hukum perdata dikenal adanya dua macam perikatan, yaitu:36)
a.   Perikatan Usaha
Yaitu suatu perikatan yang terjadi dimana satu pihak berjanji dengan
upaya dan usaha yang sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan
tertentu.
b.   Perikatan Hasil
Yaitu suatu perikatan yang terjadi dimana satu pihak berjanji akan
memberikan suatu hasil yang nyata.

D.   Subyek-Subyek Kontrak Terapeutik
Subyek-subyek kontrak terapeutik adalah masalah yang terletak di bidang Hukum Perdata. Kontrak terapeutik dapat digolongkan ke dalam kelompok kontrak atau perjanjian. Namun hal ini tidaklah berarti bahwa kontrak terapeutik ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Hukum Pidana. Karena bisa saja pasien atau keluarga yang merasa dirugikan oleh suatu tindakan medik (gross negligence), menuntut dokternya berdasarkan KUHP pasal 359 tentang kelalaian yang menyebabkan kematian. Atau berdasarkan KUHP pasal 360 karena menyebabkan pasien sampai cacat tubuh berat (Zwaarlichamelijk letse). Dalam konteks ini hanya dibahas segi perdatanya, yaitu yang ada sangkut pautnya dengan informed consent yang merupakan syarat diambilnya suatu tindakan medik.
Pengaturan subyek-subyek  dari suatu perjanjian pada umumnya, kontrak teraupetik khususnya, diatur di dalam KUH Perdata. Hal ini membawa akibat, bahwa sah tidaknya suatu perjanjian (kontrak terapeutik) harus diuji dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan di dalam KUH Perdata pasal 1320 dan seterusnya. Namun jika ditinjau secara yuridis, maka yang dapat menjadi subyek hukum dalam lalu lintas hukum termasuk juga mengadakan kontrak terapeutik, hanya ada 2 dua bentuk yaitu :
1.   Perorangan ( natuurlijk persoon)
Setiap orang yang sudah dewasa (21) tahun, atau yang sudah menikah sebelunya, berhak untuk membuat perjanjian, termasuk suatu kontrak terapeutik. Mereka yang di bawah pengampunan (onder curatele) harus diwakili oleh walinya (curator)
2.   Badan Hukum (rechtspersoon)
Badan-badan yang sudah diberikan izin untuk menyelenggarakan pemberian pelayanan kesehatan dengan mendirikan rumah sakit, seperti : pemerintah, ABRI, yayasan yang sudah ada pengakuan sebagai badan hukum, PT, atau badan hukum lainnya. Selain harus dipenuhi persyaratan formal dan menyediakan peralatan tertentu, kepada badan-badan hukum yang hendak mendirikan rumah sakit pun diharuskan mengadakan suatu Unit gawat darurat.
Di dalam suatu kontrak terapeutik secara yuridis terdapat 2 (dua) kelompok subyek-subyek yang dinamakan :
1. Pemberi pelayanan kesehatan (health provider):
Umumnya yang diartikan sebagai pemberi pelayanan kesehatan adalah semua tenaga kesehatan (tenaga medis, paramedis perawatan dan tenaga kesehatan lainnya) yang terlibat secara langsung dalam pemberian jasa perawatan dan pengobatan (cure and care). Termasuk juga sarana-sarana kesehatan, seperti rumah sakit, rumah bersalin, klinik-klinik serta badan atau kelompok lain yang memberi jasa tersebut.
2. Penerima pelayanan kesehatan (health receiver):
Setiap orang yang datang ke rumah sakit untuk menjalani prosedur tindakan medik tertentu, lazim disebut sebagai “pasien”, walaupun ia sebenarnya atau  mungkin tidak sakit dalam arti umum. Atas dasar penafsiran itu, maka dapat dibedakan antara :
3  (tiga) Pasien dalam arti yang benar-benar sakit, sehingga secara yuridis ada perjanjian terpeutik dengan dokter / rumah sakit. Pasien yang sebenarnya “tidak sakit”, dan datang ke rumah sakit/dokter  hanya untuk :
·         Menjalankan pemeriksaan kesehatan (untuk keuring, general check-up, asuransi),
·         Menjadi donor darah,
·         Menjadi peserta keluarga berencana

E.   Obyek-obyek Kontrak Terapeutik
Hubungan yang terjadi antara pasien dan dokter / rumah sakit dinamakan kontrak terapeutik. Umumnya obyek dari suatu kontrak terapeutik adalah penyembuhan suatu penyakit (medical treatment, curative). Sebagaimana lazimnya di dalam suatu perjanjian, in casu kontrak terapeutik, maka harus dipenuhi pula syarat-syarat yang ditentukan di dalam KUH Perdata pasal 1320, yaitu :
1.    Kesepakatan dari pihak-pihak yang bersangkutan (overeenkomst van partijen),
2.    Kecakapan (bekwaamheid) untuk membuat suatu perjanjian,
3.    Suatu obyek tertentu (een bepaald voorwerp)
4.    Suatu sebab yang diizinkan (geoorloofde oorzaak).
Sesuai dengan KUH Perdata pasal 1320 ayat 3, maka obyeknya harus tertentu, harus jelas. Timbul pertanyaan, bagaimana dengan obyek perjanjian di bidang medik? Apakah memenuhi syarat tersebut? Sebagaimana diketahui bahwa obyek dari suatu kontrak terapeutik adalah suatu ikhtiar penyembuhan (geneeskundige behandeling, medical treatment, to cure and to care), dalam arti bahwa dokter/rumah sakit harus berusaha sedapat mungkin untuk penyembuhan penyakitnya. Namun keberhasilannya belum dijamin, sehingga obyeknya menjadi tidak jelas. Obyek kontrak terapeutik mempunyai kekhususan, karena ia berdasarkan suatu kepercayaan  (fiduciary relationship, trust, vertrouwen). Seorang pasien adalah awam di bidang kedokteran, sehingga hubungan antara kedua pihak (dokter-pasien) tidaklah seimbang seperti umumnya pihak-pihak dalam suatu perjanjian biasa.
Sebagai seorang pasien ia harus percaya bahwa :
·         Dokter memiliki kemampuan dan ilmu pengetahuan untuk menyembuhkan penyakitnya
·         Dokter itu akan bekerja dengan teliti dan hati-hati, dengan perkataan lain bahwa ia akan bekerja secara lege artis.
·         Dokter itu akan berusaha sebisanya untuk menyembuhkannya.
Secara yuridis suatu kontrak terapeutik termasuk jenis “perjanjian berikhtiar”  (inspanningsverbintenis). Oleh karena seorang tidak menjamin akan keberhasilan usaha penyembuhan, maka sewaktu mengadakan pembicaraan dengan pasien, ia harus hati-hati dan jangan sekali-kali memberikan jaminan akan pasti berhasil tindakannya atau pasti akan sembuh penyakitnya. Karena dengan mengutarakan demikian, kontrak terapeutik itu secara yuridis akan beralih dari suatu “inspanningsverbintenis” menjadi suatu “resultaatsverbintenis” dengan segala konsekuensinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar