Kewajiban dan saling pengertian antara pasien dan
terapis dapat digambarkan sebagai"kontrak terapeutik". Akibatnya,
terdiri dari "Jika Anda melakukan ini-aku akan melakukan itu"klausa,
dan bebas dinegosiasikan oleh kedua belah pihak; Bahkan, mungkin ada harapan
taktertulis, kondisi tersirat dan ³tipe-kecil" klausa. Sejauh pemahaman
berbeda akan ada konflikdan sakit akan di psikoterapi seperti pada hubungan
lain. Dimana terapi hasil dari harapan ygtak disuarakan dan kontradiktif,
"kontrak korup" ada yang dapat merusak berakhir terapi (Beall,1972).
Ini penting, karena itu, bahwa perjanjian yang jelas dapat diangkat oleh kedua
belahpihak akan dicapai pada awal terapi. Biasanya, namun, kontrak terbentuk
selama beberapa sesidan dapat dinegosiasi ulang dan diubah nanti. Kemungkinan
jarang, tentu saja, untukmenyatakan dalam semua rincian yang diperlukan bahwa
kerangka dasar terapidikomunikasikan secara terbuka dan dipahami.Kondisi
pertama dan paling mudah untuk ditentukan adalah mereka yang peduli
denganpenjadwalan dan biaya. jadwal waktu diatur, biaya yang ditetapkan, dan
frekuensi kunjungandiputuskan. Pasien setuju untuk datang tepat waktu tersebut,
untuk menelepon cukupmenjelang waktu jika janji harus dibatalkan, dan membayar
tagihan dalam beberapa cara yangsaling disetujui. Terapis, di pihaknya, akan
tersedia pada jam-jam yang dijadwalkan danterjangkau melalui telepon di lain
waktu jika ada keadaan darurat. Dia adalah untuk mengatur privasi tak
terganggu selama sesi terapi dan melindungi rahasia pasien nanti.Terapi
biasanya dimulai dengan perjanjian bersyarat dan terbuka panjang
untukprosesnya. Kecuali dalam beberapa bentuk terapi waktu terbatas, jawaban
terapis untukperhatian pasien hanya dapat dimengerti menjadi jujur "Aku
tidak tahu berapa lama waktu yangdiperlukan," meskipun dari berbagai
pengalaman yang mungkin dapat ditunjukkan. biasanya,Namun, pengaturan yang
tersisa tentatif pada sesi pertama, bagi pemahaman penting adalahbahwa itu
adalah saat penilaian dan eksplorasi bersama.dalam efek ini adalah
kontraksementara, "Mari kita bersama-sama selama beberapa sesi sehingga
saya yang bisamendapatkan rasa masalah dan melihat apakah Anda benar-benar
ingin bekerja dengansaya." hanya setelah tahap pertama adalah kontrak
untuk terapi memutuskan.
Selain setuju untuk jadwal, biaya, dan sejenisnya, yang menyediakan
struktur luar hubungan kewajiban utama pasien adalah komitmen fundamental,
bahwa tanpareservasi sadar dan untuk yang terbaik kemampuannya ia akan
mengkomunikasikanperasaan dan pengalaman secara terbuka dan jujur mana
penyelidikan yang mungkinmemimpin. Apa yang sebenarnya terlibat dalam proses
hanya dapat diketahui seiringberjalannya waktu, namun pasien harus dimulai
dengan maksud untuk bekerja samadalam dialog terapeutik dan dengan kesadaran
bahwa proses itu mungkin menyakitkandan memakan TME. Segi penting ini kontrak
adalah puitis dikemas dalam judul akunHannah Green pengobatan sendiri,
"Aku tidak pernah berjanji Anda kebun mawar." Apa janji terapis? Dia setuju untuk memberikan
perhatian penuh kepada pasien selamasesi terapi, untuk avold prasangka,
terutama semacam moralistik, dan untukmenggunakan pengetahuan penuh, terbaik penghakiman,
dan kemampuan empati atasnama pasien. Selain ini, dia meyakinkan pasien privasi
dan kerahasiaan dan bahwa ia tidak akan dinyatakan penyalahgunaan kepercayaan
pasien. Mengkomunikasikan terapis, secara umum setidaknya, kepatuhan kepada
prinsip-prinsip etika profesinya.
A. Pengertian Perjanjian Terapeutik
Pengertian Perjanjian terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien yang memberikan kewenangan kepada
dokter untuk melakukan kegiatan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien
berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut.
Dalam Mukadimah
Kode Etik Kedokteran Indonesia tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 434 /Men.Kes /X / 1983 tentang Berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia
Bagi Para Dokter di Indonesia, mencantumkan tentang perjanjian terapeutik
sebagai berikut:
“Yang
dimaksud perjanjian terapeutik adalah hubungan antara dokter dengan pasien
dan penderita yang dilakukan dalam suasana saling percaya (konfidensial), serta
senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan dan kekhawatiran makhluk insani”
Pengertian transaksi terapeutik ada beberapa definisi dari
sarjana, yaitu :
1.
H.H. Koeswadji :
transaksi terapeutik adalah perjanjian
(Verbintenis) untuk mencari atau menentukan terapi yang paling tepat
bagi pasien oleh dokter.34)
2.
Veronica Komalawati :
transaksi terapeutik adalah hubungan
hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis secara professional, didasarkan
kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan ketrampilan tertentu di bidang
kedokteran.35)
dari hubungan
hukum dalam transaksi terapeutik tersebut, timbullah hak dan kewajiban
masing-masing pihak, pasien mempunyai hak dan kewajibannya, demikian juga
sebaliknya dengan dokter.
Karena
transaksi terapeutik merupakan perjanjian, maka menurut Komalawati (2002)
terhadap transaksi terapeutik juga berlaku hukum perikatan yang diatur dalam
buku III KUH Perdata, sebagaimana disebutkan didalam pasal 1319 KUH Perdata
yang berbunyi :
Semua
perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan
suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum, yang termuat dalam Bab ini dan
Bab yang lalu.
Dengan demikian, untuk sahnya perjanjian tersebut, harus dipenuhi
syarat-syarat yang termuat dalam pasal 1320 KUH Perdata, dan akibat yang
ditimbulkannya diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata, yang mengandung asas pokok
hukum perjanjian.
Menurut Subekti
(1985), suatu perjanjian adalah suatu peristiwa bahwa seseorang berjanji kepada
orang lain atau antara dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal.
Untuk sahnya perjanjian terapeutik (Nasution : 2005), harus dipenuhi
syarat-syarat sesuai pasal 1320 KUH Perdata :
1. Adanya
kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya.
2. Adanya
kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Mengenai
suatu hal tertentu.
4. Untuk suatu
sebab yang halal / diperbolehkan.
Syarat 1 dan 2
merupakan syarat subjektif yang harus dipenuhi yaitu para pihak harus sepakat,
dan kesepakatan itu dilakukan oleh pihak-pihak yang cakap untuk membuat suatu
perikatan.
Untuk keabsahan kesepakatan para pihak yang mengikatkan dirinya, maka
kesepakatan ini harus memenuhi kriteria pasal 1321 KUH Perdata yang berbunyi :
Tiada sepakat
yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya
dengan paksaan atau penipuan.
Agar kesepakatan ini sah menurut hukum, maka didalam kesepakatan ini para
pihak harus sadar (tidak ada kekhilafan), terhadap kesepakatan yang dibuat,
tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak, dan tidak boleh ada penipuan
didalamnya. Untuk itulah diperlukan adanya informed consent atau yang juga
dikenal dengan istilah Persetujuan Tindakan Medik.
Untuk syarat adanya kecakapan untuk membuat perjanjian, diatur dalam pasal
1329 dan 1330 KUH Perdata sebagai berikut :
Pasal 1329 :
Setiap orang
adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang
tidak dinyatakan tidak cakap.
Pasal 1330 :
Tak cakap untuk
membuat suatu perjanjian adalah :
1. Orang-orang
yang belum dewasa.
2. Mereka yang
ditaruh di dalam pengampuan.
3. Orang-orang
perempuan, dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua
orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian
tertentu.
Pihak penerima
pelayanan medik yang tidak cakap untuk bertindak (tidak boleh membuat
kesepakatan, atau kesepakatan yang dibuat bisa dianggap tidak sah) antara lain
:
1. Orang dewasa
yang tidak cakap untuk bertindak (misalnya : orang gila, pemabuk, atau tidak
sadar), maka diperlukan persetujuan dari pengampunya (yang boleh membuat
perikatan dengan dokter adalah pengampunya).
2. Anak dibawah
umur, diperlukan persetujuan dari walinya atau orang tuanya.
Yang dimaksud
dengan dewasa menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
585/Men.Kes/per/IX/1989, Pasal 8 ayat (2) adalah telah berumur 21 tahun atau
telah menikah. Jadi untuk seseorang yang berusia dibawah 21 tahun dan belum
menikah, maka transaksi terapeutik harus ditanda tangani oleh orang tua atau
walinya, yang merupakan pihak yang berhak memberikan persetujuan.
B. Transaksi Terapeutik
Transaksi berarti perjanjian atau persetujuan yaitu hubungan timbal balik
antara dua pihak yang bersepakat dalam satu hal. Terapeutik adalah terjemahan
dari therapeutic yang berarti dalam bidang pengobatan. Ini tidak sama
dengan therapy atau terapi yang berarti pengobatan. Persetujuan yang terjadi di
antara dokter dengan pasien bukan di bidang pengobatan saja tetapi lebih luas,
mencakup bidang diagnostic, preventif, rehabilitasi maupun promotif, maka
persetujuan ini disebut persetujuan terapeutik atau transaksi terapeutik.
Dalam bidang pengobatan, para dokter dan masyarakat menyadari bahwa tidak
mungkin dokter menjamin upaya pengobatan akan selalu berhasil sesuai yang
diinginkan pasien / keluarga. Dokter hanya dapat memberikan upaya maksimal.
Hubungan dokter dengn pasien ini dalam perjanjian hukum perdata termasuk
kategori perikatan berdasarkan daya upaya / usaha maksimal
(inspanningsverbintenis). Ini berbeda dengan ikatan yang termasuk kategori
perikatan yang berdasarkan hasil kerja (resultaatsverbintenis). Yang terakhir
ini terlihat dalam urusan kontrak bangunan, dimana bila pemborong tidak membuat
rumah sesuai jadwal dan bestek yang disepakati, maka pemesan dapat menuntut
pemborong.
C. Sifat Hubungan Dokter-Pasien
Hubungan yang terjadi antara dokter dengan pasien secara umum dianggap
sebagai suatu jenis kontrak. Sebuah kontrak adalah kesepakatan antara dua orang
atau lebih, dimana kedua belah pihak membuat perjanjian untuk masing-masing
pihak, menurut istilah hukum, memberikan prestasinya. Masalah perjanjian diatur
dalam Hukum Perdata.
Hukum perdata yang termuat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH
Perdata) yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk Wetboek yang telah mulai
diberlakukan sejak Tahun 1847. Walaupun falsafah dan materinya sudah banyak
yang tidak sesuai lagi dengan zaman, namun masih juga ada dasar-dasar
pokok yang terdapat di bidang Hukum Perjanjian yang masih dapat dipergunakan.
Sebagaimana diketahui Burgerlijk Wetboek memperoleh akarnya dari code
civil. Dan kalau kita melihat di luar negeri, ternyata dasar-dasar pokok
perjanjian dari code civil masih tetap dipergunakan terus. Dapat dikatakan
bahwa dasar-dasar pokok code civil masih berlaku secara universal, baik di
Negara continental maupun Negara Anglo Saxon ada juga pengaruhnya, sehingga ada
kesamaannya.
Bila terjadi konflik antara dokter dan
pasien diselesaikan oleh organisasi profesi dan lebih banyak menitikberatkan
untuk menjaga kehormatan profesi dibandingkan memperjuangkan nasib pasien,
padahal idealnya adalah penyelesaian atas akibat kesalahan dan kelalaian dokter
dalam bentuk pertanggungjawaban yang meringankan pasien.
Hak-hak pasien yang tertulis dalam
Pasal 53 ayat (2), dihormati dan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, antara
lain :
1. Hak atas informasi.
2. Hak untuk memberikan persetujuan.
3. Hak atas rahasia kedokteran.
4.
Hak atas pendapat kedua.
Hubungan
pasien dengan dokter merupakan hubungan yang erat dan kompleks keeratan
hubungan antara pasien karena diharuskan adanya kesalingpercayaan dan
keterbukaan. Dalam hukum pasien dan dokter masing-masing memiliki hak dan
kewajiban. Hubungan terapeutik antara pasien dengan dokter terdiri dari lima
asas yang berlaku dalam hubungan kontraktual yaitu :
1.
Asas
konsensual
Dalam asas ini dokter dan pasien harus
menyatakan persetujuannya, baik secara eksplisit (misalnya, secara lisan
sanggup) atau secara implisit (misalnya menerima pendaftaran pasiennya,
memberikan nomor urut).
2.
Asas
itikad baik
Itikad baik dari kedua belah pihak
merupakan hal yang paling utama di dalam hubungan terapeutik antara pasien dan
dokternya
3.
Asas
bebas
Dalam asas ini antara pasien dan
dokternya mengikatkan diri bebas untuk menentukan hal-hal mengenai hak dan
kewajiban masingmasing.
4.
Asas
tidak melanggar hukum
Berdasarkan asas bebas, dokter dan
pasiennya mengikatkan diri bebas untuk menentukan hal-hal mengenai hak dan
kewajiban masing-masing tetapi dibatasi oleh asas ini yaitu isi perjanjiannya tidak
boleh melanggar hukum.
5.
Asas
kepatutan dan kebiasaan
Disamping tunduk kepada hukum dan
hal-hal yang telah disepakati oleh dokter dan pasien tetapi kepatutan dan
kebiasaan harus diikuti. Menurut Fred Ameln, dalam kaitan hubungan dokter
dengan pasien, maka dalam hukum perdata dikenal adanya dua macam perikatan,
yaitu:36)
a.
Perikatan
Usaha
Yaitu suatu perikatan yang terjadi
dimana satu pihak berjanji dengan
upaya dan usaha yang sungguh-sungguh
untuk mencapai tujuan
tertentu.
b.
Perikatan
Hasil
Yaitu suatu perikatan yang terjadi
dimana satu pihak berjanji akan
memberikan
suatu hasil yang nyata.
D. Subyek-Subyek Kontrak Terapeutik
Subyek-subyek kontrak terapeutik adalah masalah yang terletak di bidang
Hukum Perdata. Kontrak terapeutik dapat digolongkan ke dalam kelompok kontrak
atau perjanjian. Namun hal ini tidaklah berarti bahwa kontrak terapeutik ini
sama sekali tidak ada hubungannya dengan Hukum Pidana. Karena bisa saja pasien
atau keluarga yang merasa dirugikan oleh suatu tindakan medik (gross
negligence), menuntut dokternya berdasarkan KUHP pasal 359 tentang kelalaian
yang menyebabkan kematian. Atau berdasarkan KUHP pasal 360 karena menyebabkan
pasien sampai cacat tubuh berat (Zwaarlichamelijk letse). Dalam konteks ini
hanya dibahas segi perdatanya, yaitu yang ada sangkut pautnya dengan informed
consent yang merupakan syarat diambilnya suatu tindakan medik.
Pengaturan subyek-subyek dari suatu perjanjian pada umumnya, kontrak
teraupetik khususnya, diatur di dalam KUH Perdata. Hal ini membawa akibat,
bahwa sah tidaknya suatu perjanjian (kontrak terapeutik) harus diuji dan
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan di dalam KUH Perdata pasal 1320 dan
seterusnya. Namun jika ditinjau secara yuridis, maka yang dapat menjadi subyek
hukum dalam lalu lintas hukum termasuk juga mengadakan kontrak terapeutik,
hanya ada 2 dua bentuk yaitu :
1.
Perorangan ( natuurlijk persoon)
Setiap orang
yang sudah dewasa (21) tahun, atau yang sudah menikah sebelunya, berhak untuk
membuat perjanjian, termasuk suatu kontrak terapeutik. Mereka yang di bawah
pengampunan (onder curatele) harus diwakili oleh walinya (curator)
2. Badan Hukum (rechtspersoon)
Badan-badan
yang sudah diberikan izin untuk menyelenggarakan pemberian pelayanan kesehatan
dengan mendirikan rumah sakit, seperti : pemerintah, ABRI, yayasan yang sudah
ada pengakuan sebagai badan hukum, PT, atau badan hukum lainnya. Selain harus
dipenuhi persyaratan formal dan menyediakan peralatan tertentu, kepada
badan-badan hukum yang hendak mendirikan rumah sakit pun diharuskan mengadakan
suatu Unit gawat darurat.
Di dalam suatu
kontrak terapeutik secara yuridis terdapat 2 (dua) kelompok subyek-subyek yang
dinamakan :
1. Pemberi
pelayanan kesehatan (health provider):
Umumnya yang
diartikan sebagai pemberi pelayanan kesehatan adalah semua tenaga kesehatan
(tenaga medis, paramedis perawatan dan tenaga kesehatan lainnya) yang terlibat
secara langsung dalam pemberian jasa perawatan dan pengobatan (cure and care).
Termasuk juga sarana-sarana kesehatan, seperti rumah sakit, rumah bersalin,
klinik-klinik serta badan atau kelompok lain yang memberi jasa tersebut.
2. Penerima
pelayanan kesehatan (health receiver):
Setiap orang
yang datang ke rumah sakit untuk menjalani prosedur tindakan medik tertentu,
lazim disebut sebagai “pasien”, walaupun ia sebenarnya atau mungkin tidak
sakit dalam arti umum. Atas dasar penafsiran itu, maka dapat dibedakan antara :
3 (tiga) Pasien dalam arti yang benar-benar
sakit, sehingga secara yuridis ada perjanjian terpeutik dengan dokter / rumah
sakit. Pasien yang sebenarnya “tidak sakit”, dan datang ke rumah
sakit/dokter hanya untuk :
·
Menjalankan
pemeriksaan kesehatan (untuk keuring, general check-up, asuransi),
·
Menjadi donor
darah,
·
Menjadi peserta
keluarga berencana
E. Obyek-obyek
Kontrak Terapeutik
Hubungan yang terjadi antara pasien dan dokter / rumah sakit dinamakan
kontrak terapeutik. Umumnya obyek dari suatu kontrak terapeutik adalah
penyembuhan suatu penyakit (medical treatment, curative). Sebagaimana lazimnya
di dalam suatu perjanjian, in casu kontrak terapeutik, maka harus dipenuhi pula
syarat-syarat yang ditentukan di dalam KUH Perdata pasal 1320, yaitu :
1. Kesepakatan dari pihak-pihak yang bersangkutan
(overeenkomst van partijen),
2.
Kecakapan
(bekwaamheid) untuk membuat suatu perjanjian,
3.
Suatu obyek
tertentu (een bepaald voorwerp)
4.
Suatu sebab
yang diizinkan (geoorloofde oorzaak).
Sesuai dengan KUH Perdata pasal 1320 ayat 3, maka obyeknya harus tertentu,
harus jelas. Timbul pertanyaan, bagaimana dengan obyek perjanjian di bidang
medik? Apakah memenuhi syarat tersebut? Sebagaimana diketahui bahwa obyek dari
suatu kontrak terapeutik adalah suatu ikhtiar penyembuhan (geneeskundige
behandeling, medical treatment, to cure and to care), dalam arti bahwa
dokter/rumah sakit harus berusaha sedapat mungkin untuk penyembuhan
penyakitnya. Namun keberhasilannya belum dijamin, sehingga obyeknya menjadi
tidak jelas. Obyek kontrak terapeutik mempunyai kekhususan, karena ia
berdasarkan suatu kepercayaan (fiduciary relationship, trust,
vertrouwen). Seorang pasien adalah awam di bidang kedokteran, sehingga hubungan
antara kedua pihak (dokter-pasien) tidaklah seimbang seperti umumnya
pihak-pihak dalam suatu perjanjian biasa.
Sebagai seorang
pasien ia harus percaya bahwa :
·
Dokter memiliki
kemampuan dan ilmu pengetahuan untuk menyembuhkan penyakitnya
·
Dokter itu akan
bekerja dengan teliti dan hati-hati, dengan perkataan lain bahwa ia akan
bekerja secara lege artis.
·
Dokter itu akan
berusaha sebisanya untuk menyembuhkannya.
Secara yuridis suatu kontrak terapeutik termasuk jenis “perjanjian
berikhtiar” (inspanningsverbintenis). Oleh karena seorang tidak menjamin
akan keberhasilan usaha penyembuhan, maka sewaktu mengadakan pembicaraan dengan
pasien, ia harus hati-hati dan jangan sekali-kali memberikan jaminan akan pasti
berhasil tindakannya atau pasti akan sembuh penyakitnya. Karena dengan
mengutarakan demikian, kontrak terapeutik itu secara yuridis akan beralih dari
suatu “inspanningsverbintenis” menjadi suatu “resultaatsverbintenis” dengan
segala konsekuensinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar