Selasa, 01 Januari 2013

Perjanjian Kredit

A. Perjanjian Kredit
A.1.     Pengertian Perjanjian Kredit
Pasal 1313 Kitab UU Hukum Perdata (KUHPer) menyebutkan Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Sedangkan Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Perjanjian Kredit adalah perjanjian pemberian kredit antara pemberi kredit dan penerima kredit”. setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara Debitur dengan Kreditur (dalam hal ini Bank) yang melahirkan hubungan  hutang piutang, dimana Debitur berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh Kreditur, dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.
Dalam Buku III KUH Perdata tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur perihal Perjanjian Kredit.  Namun dengan berdasarkan asas kebebasan berkontrak, para pihak bebas untuk menentukan isi dari perjanjian kredit sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan, dan kepatutan. Dengan disepakati dan ditandatanganinya perjanjian kredit tersebut oleh para pihak, maka sejak detik itu perjanjian lahir dan mengikat para pihak yang membuatnya sebagai undang-undang.
A.2.    Jenis Perjanjian Kredit
Dilihat dari pembuatannya, suatu perjanjian kredit dapat digolongkan menjadi:
1.      Perjanjian Kredit Di bawah tangan, yaitu perjanjian kredit yang dibuat oleh dan antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian kredit tersebut tanpa melibatkan pihak pejabat yang berwenang/Notaris.
Perjanjian Kredit Di bawah tangan ini terdiri dari:
  1. Perjanjian Kredit Di bawah tangan biasa;
  2. Perjanjian Kredit Di bawah tangan yang dicatatkan di Kantor Notaris (Waarmerking);
  3. Perjanjian Kredit Di bawah tangan yang ditandatangani di hadapan Notaris namun bukan merupakan akta notarial (legalisasi).
2.      Perjanjian Kredit Notariil yaitu perjanjian yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak di hadapan Notaris.
Perjanjian Notariil merupakan akta yang bersifat otentik (dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang berwenang/Notaris)
Uraian mengenai bentuk perjanjian di bawah tangan atau otentik telah dibahas dengan lebih terperinci dalam butir C BAB III di muka.
A.3.    Struktur Perjanjian Kredit
Suatu perjanjian kredit pada umumnya  terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:
  1. Kepala/Judul
  2. Komparisi
Komparisi adalah bagian dari perjanjian kredit yang memuat keterangan identitas para pihak.
3.      Isi, yaitu bagian dari perjanjian kredit yang memuat hal-hal yang diperjanjikan para pihak termasuk pula Jaminan oleh nasabah debitor

4.      Premis
Premis merupakan bagian dari akta yang berisi uraian yang memuat alasan-alasan atau dasar pertimbangan para pihak dalam membuat perjanjian kredit. Dalam premis dimuat hal-hal atau pokok-pokok pikiran yang merupakan konstalasi fakta-fakta secara singkat dan yang menggerakkan para pihak untuk mengadakan perjanjian kredit.
5.      Batang Tubuh
Batang tubuh berisikan hal-hal yang disetujui oleh para pihak, berupa klausula-klausula, baik klausula hukum maupun klausula komersial yang berkaitan dengan pemberian fasilitas kredit.
6.      Kolom Tanda tangan (Signature Page)
Kolom tanda tangan berisikan tanda tangan para pihak pembuat perjanjian.

A.4.    Isi Perjanjian Kredit
Pada umumnya isi klausula yang tercantum dalam perjanjian kredit dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:


1.      Klausula Hukum (Legal Clauses)
Klausula Hukum adalah klausula yang berisikan ketentuan-ketentuan hukum yang biasanya berlaku untuk pemberian fasilitas kredit. Termasuk dalam klausula ini antara lain seperti klausula perlindungan Bank, Debet Rekening, Condition Precedent, Pernyataan daan Jaminan (Representation and Warranties), Covenant dan lain-lain.

2.      Klausula Komersial (Commercial Clauses)
Klausula Komersial adalah klausula yang berkaitan dengan aspek komersial dalam pemberian fasilitas kredit, seperti jenis fasilitas kredit, jumlah fasilitas kredit, jangka waktu kredit, ketentuan pembayaran besarnya angsuran, ketentuan tentang denda dan bunga, asuransi, dan lain-lain.


B.     Klausula-Klausula Perjanjian Kredit
Dalam praktek, bentuk dan materi Perjanjian Kredit tidak selalu sama, disesuaikan dengan jenis fasilitas yang diberikan.  Namun demikian dalam suatu perjanjian kredit pada umumnya berisi klausula-klausula sebagai berikut:


1.      Klausula Fasilitas Kredit
Ketentuan–ketentuan yang berkaitan fasilitas kredit umumnya terdiri dari:
·         Jenis, jumlah, dan jangka waktu fasilitas.
·         Perubahan mata uang pinjaman (klausula ini digunakan terutama untuk pinjaman non-Rupiah).
·         Penarikan fasilitas kredit, jangka waktu penarikan, cara penarikan, bukti penarikan.
·         Pembuktian hutang antara lain berupa Promes/CAR/atau PK tersebut.
·         Cara Pembayaran kembali (installment atau langsung)
·         Pembayaran kembali lebih cepat/awal (Voluntary or Mandatory)
·         Bunga.
·         Komisi dan Fee.
·         Bunga denda (apabila terjadi keterlambatan pembayaran).
·         Pembukuan (lokasi dimana Bank akan membukukan pinjaman tersebut).

2.      Klausula Kuasa Mendebet Rekening
Klausula ini dicantumkan sebagai dasar dari hak Bank untuk melakukan pendebetan dari rekening-rekening Debitur yang ada di Bank.


3.      Klausula Penggunaan Fasilitas Kredit
Tujuan penggunaan fasilitas kredit yang diberikan oleh Bank kepada Debitur.


4.      Klausula Syarat Penarikan Pinjaman (Drawdown Condition)
Sebelum penandatanganan perjanjian kredit dan sebelum suatu kredit dapat dicairkan Debitur biasanya disyaratkan untuk menyerahkan beberapa dokumen –dokumen atau data yang dianggap penting oleh Bank antara lain:
  • Dokumen-dokumen perusahaan/Identitas Debitur.
  • Asli surat kuasa.
  • Salinan surat izin usaha perdagangan dan/atau surat-surat izin lainnya.
  • Asli bukti-bukti hak kepemilikan atas Jaminan
  • Invoice/Daftar tagihan-tagihan/dokumen lain yang sejenis yang mencantumkan ketentuan bahwa pembayaran melalui rekening Debitur yang ada di Bank.
·         Semua Perjanjian Jaminan telah ditanda tangani dan dalam bentuk dan  isi yang disetujui Bank.
·         Debitur tidak sedang dalam keadaan lalai berdasarkan ketentuan-ketentuan yangtermaktub dalam Perjanjian ini atau berdasarkan sebab lain sesuai pertimbangan baik Bank.


5.      Klausula Pernyataan Debitur (Representations and Warranties)

Klausula ini berisikan pernytaan-pernyatan dari Debitur mengenai: Kewenangan bertindak, Kekuatan Perjanjian, Tidak ada tuntutan/sengketa dari pihak ketiga terutama yang dapat berakibat secara materiil, kebenaran data-data yang diberikan oleh Debitur termasuk diantaranya Laporan Keuangan, keabsahan Debitur untuk menjalankan usaha yang dibuktikan dengan perijinan dari lembaga-lembaga yang berwenang, Tidak adanya tunggakan Pajak yang harus dibayar, serta Debitur tidak dalam keadaan pailit atau digugat pailit oleh Pihak ketiga.

6.   Klausula Affirmative Covenant
Dalam pelaksanaan pemberian kredit Bank harus memberikan batasan-batasan yang harus dipenuhi oleh Debitur (Affirmative Covenant) selama dalam masa pemberian kredit. Ada beberapa covenant standard yang biasanya wajib dicantumkan dalam perjanjian kredit antara lain adalah:
  • Menggunakan Fasilitas Kredit seperti yang dipersyaratkan;
  • Mengasuransikan seluruh barang-barang yang dijadikan jaminan/agunan Fasilitas Kredit;
  • Memberikan ijin kepada Bank atau petugas-petugas yang diberi kuasa oleh Bank untuk: (a) melakukan pemeriksaan (audit) terhadap buku-buku, catatan-catatan dan administrasi Debitur serta memeriksa keadaan barang-barang jaminan, dan (b) melakukan peninjauan ke dalam proyek, bangunan-bangunan lain dan kantor-kantor yang digunakan Debitur;
  • Memberikan segala informasi/keterangan/data-data (seperti, namun tidak terbatas pada laporan keuangan Debitur): (a) segala sesuatu sehubungan dengan keuangan dan usaha Debitur, (b) bilamana terjadi keadaan yang dapat mempengaruhi keadaan usaha atau keuangan Debitur, setiap waktu, baik diminta maupun tidak diminta oleh Bank;
  • Menyerahkan data yang diminta oleh Bank dalam rangka pengawasan pemberian kredit yaitu, antara lain namun tidak terbatas pada Laporan keuangan, laporan inventory, daftar tagihan dan lain-lain.
Selain covenant di atas, dapat pula ditambahkan affirmative covenant lain yang disesuaikan dengan struktur dari fasilitas kredit yang diberikan.


7.   Klausula Negative Covenant
Pelaksanaan pemberian kredit Bank harus memberikan batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan oleh Debitur (Negative Covenant) selama dalam masa pemberian kredit. Pelarangan/pembatasan tersebut dilakukan dalam rangka memperkuat posisi Bank selaku Pemberi pinjaman. Adapun covenant baku yang wajib dimasukkan dalam perjanjian kredit antara lain adalah:
  • Pelarangan untuk menjual /menyewakan asset;
  • Tidak menjaminkan asset  pada pihak lain;
  • Pelarangan untuk menerima pinjaman lain;
  • Pelarangan untuk menjadi Penjamin/Penanggung, kecuali melakukan endorsemen atas surat-surat yang dapat diperdagangkan untuk keperluan pembayaran atau penagihan transaksi-transaksi lain yang lazim dilakukan dalam menjalankan usaha;
  • Pelarangan untuk memberikan pinjaman;
  • Pelarangan untuk mengumumkan dan membagikan deviden saham Debitur;
  • Pelarangan untuk melakukan merger atau akuisisi;
  • Pelarangan untuk membayar atau membayar kembali pinjaman pemegang saham;
  • Pelarangan untuk merubah sifat dan kegiatan usaha Debitur seperti yang sedang dijalankan dewasa ini;
  • Pelarangan untuk mengubah susunan pengurus (Direksi dan Komisaris), susunan para pemegang saham, dan nilai saham.
Selain covenant di atas, dapat pula ditambahkan negative covenant lain yang disesuaikan dengan struktur dari fasilitas kredit yang diberikan.


8.   Klausula Perlindungan Terhadap Penghasilan Bank
Selama masa pemberian kredit, Bank selaku kreditur wajib memperhatikan kemungkinan-kemungkinan timbulnya biaya-biaya yang harus dibayar berkaitan dengan pemberian kredit tersebut. Debitur akan dibebankan biaya–biaya tersebut dan dengan adanya klausula ini maka Debitur menyadari bawah setiap biaya yang timbul harus dibayar atau ditanggung apabila ternyata Bank terpaksa melakukan pembayaran terlebih dahulu maka Debitur akan menggantinya dalam waktu secepatnya.
Adapun biaya-biaya yang biasanya timbul adalah:
  • Biaya pihak ketiga
  • Biaya yang diwajibkan oleh Undang-undang
9.   Klausula Jaminan
Untuk menjamin pembayaran dari pinjaman yang diberikan, Debitur diminta untuk menyerahkan jaminan kepada Bank dimana jaminan tersebut akan diikat sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Untuk Nasabah yang mendapatkan beberapa fasilitas (pinjaman tidak dalam satu perjanjian) dimana masing masing fasilitas dijamin oleh jaminan yang berbeda sebaiknya dicantumkan pula ketentuan mengenai Cross Collateral. Penggunaan klausula cross collateral memberikan keuntungan tambahan dimana jaminan-jaminan yang ada.

10.  Klausula Kompensasi
Pasal mengenai Kompensasi ini diatur berkaitan dengan adanya pasal 1425 sampai dengan 1429 KUH Perdata mengenai kompensasi hutang.  Klausula Kompensasi ini berisikan persetujuan dari Debitur untuk melepaskan hak-haknya yang diatur dalam pasal tersebut, sehingga Debitur tidak dapat mengkompensasikan piutang piutang dagang yang ia miliki kepada Bank (bila ada) dengan hutangnya kepada Bank.

11.  Pengalihan Hak
Maksud dari pencantuman klausula pengalihan hak ini Debitur telah memberikan persetujuan kepada Bank untuk mengalihkan pinjaman kepada Pihak ketiga dengan tanpa merubah kondisi yang telah disetujui sebelumnya. Sedangkan Debitur tidak dapat mengalihkan pinjamannya kepada pihak lain tanpa adanya persetujuan dari Bank.


12.  Klausula Kelalaian
Klausula ini mencantumkan beberapa kondisi yang dapat menyebabkan Debitur dalam keadaan lalai atau dalam keadaan defalut sehingga seluruh kewajiban Debitur menjadi jatuh tempo dan harus dibayarkan kembali dengan seketika dan sekaligus seluruhnya, tanpa perlu adanya surat teguran juru sita atau surat lainnya yang serupa dengan itu apabila terjadi salah satu kejadian di bawah ini:
  • Payment Default / lalai membayar kembali kewajibannya;
  • Pelanggaran atas ketentuan Perjanjian;
  • Memberikan informasi yang tidak benar;
  • Keadaan keuangan, bonafiditas dan solvabilitas Debitur mundur sedemikian rupa yang dapat mengakibatkan Debitur tidak dapat membayar hutangnya lagi;
  • Debitur dinyatakan dalam keadaan pailit atau meminta penundaan pembayaran hutang  (“surseance van betaling“);
  • Debitur dibubarkan atau mengambil keputusan untuk bubar;
  • Asset Debitur seluruhnya atau sebagian disita oleh instansi yang berwajib dan dianggap menjadi berkurang sehingga dapat membahayakan Pengembalian  Kredit;
  • Jaminan disita oleh instansi yang berwenang, atau rusak atau musnah karena sebab apapun juga;
  • Debitur atau Penjamin lalai terhadap perjanjian lain terutama perjanjian yang dapat meyebabkan Debitur wajib membayar jumlah tertentu;
  • Bilamana tidak dapat diperoleh salah satu atau beberapa atau seluruh ijin, persetujuan atau wewenang, baru maupun perpanjangannya, yang dikeluarkan oleh instansi yang berwajib dan yang disyaratkan;
  • Nilai asset/kekayaan milik Debitur menurut penilaian Bank menurun.
Tindakan-tindakan yang dapat diambil oleh Bank apabila Debitur melakukan kelalaian adalah:
  • Menghentikan pemberian fasilitas kredit, apabila belum dicairkan;
  • Meminta pengembalian kredit secara seketika berikut bunga dan jumlah uang lainnya yang terhutang.
  • Melakukan eksekusi terhadap Jaminan apabila Debitur tidak dapat mengembalikan pinjaman secara penuh.
13.  Klausula Ketentuan Tambahan dan Penutup

Pada bagian terakhir dari perjanjian kredit diatur mengenai ketentuan-ketentuan yang belum tertampung secara khusus di dalam klausula-klausula baku dalam perjanjian kredit. Klausula ini dimaksudkan untuk mengatur syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang menyimpang dari syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lain yang telah tercetak di dalam perjanjian kredit.  Klausula ini antara lain adalah:

Pilihan Hukum (Choice Of Law)
Dalam klausula ini para pihak menentukan hukum tertentu yang akan diterapkan apabila terjadi perbedaan penafsiran maupun apabila terdapat dispute (sengketa) di antara  para pihak mengenai perjanjian.

Pilihan Forum Penyelesaian Sengketa (Choice Of Forum)
Klausula ini dimaksudkan apabila terjadi dispute (sengketa) maka Para Pihak telah setuju untuk menyelesaikan permasalahan tersebut melalui lembaga yang telah disepakati bersama.  Pilihan lembaga (forum) penyelesaian sengketa ini biasanya adalah Pengadilan atau Arbitrase, khusus untuk Arbitrase harus ditegaskan dimana Arbitrase yang dimaksud.
Selain Pengadilan dan Arbitrase, telah berkembang pula wacana penggunaan mekanisme Alternative Dispute Resolution (ADR) hanya saja lembaga ini belum begitu dikenal di Indonesia dan keputusannya belum memiliki kekuatan hukum yang pasti.



C. Hal – Hal Lain Yang Perlu Diperhatikan Dalam Perjanjian Kredit
Dengan berlakunya Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”), maka dalam isi perjanjian kredit harus pula memenuhi ketentuan-ketentuan dalam UUPK, seperti mengenai pencantuman klausula baku. Dimana dalam pasal 18 ayat (1) UUPK menyebutkan bahwa dalam perjanjian kredit dilarang mencantumkan klausula baku, antara lain:
  1. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
  2. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar