A. Perjanjian Kredit
A.1. Pengertian Perjanjian Kredit
Pasal 1313 Kitab UU Hukum Perdata
(KUHPer) menyebutkan Perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Sedangkan Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Perjanjian Kredit adalah perjanjian pemberian kredit antara pemberi kredit dan penerima kredit”. setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara Debitur dengan Kreditur (dalam hal ini Bank) yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana Debitur berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh Kreditur, dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.
Dalam Buku III KUH Perdata tidak terdapat ketentuan
yang khusus mengatur perihal Perjanjian Kredit. Namun dengan berdasarkan
asas kebebasan berkontrak, para pihak bebas untuk menentukan isi dari
perjanjian kredit sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban
umum, kesusilaan, dan kepatutan. Dengan disepakati dan ditandatanganinya
perjanjian kredit tersebut oleh para pihak, maka sejak detik itu perjanjian
lahir dan mengikat para pihak yang membuatnya sebagai undang-undang.
A.2. Jenis Perjanjian Kredit
Dilihat dari pembuatannya, suatu perjanjian kredit
dapat digolongkan menjadi:
1.
Perjanjian Kredit Di bawah tangan, yaitu perjanjian kredit yang dibuat oleh dan antara
para pihak yang terlibat dalam perjanjian kredit tersebut tanpa melibatkan
pihak pejabat yang berwenang/Notaris.
Perjanjian Kredit Di bawah tangan
ini terdiri dari:
- Perjanjian
Kredit Di bawah tangan biasa;
- Perjanjian
Kredit Di bawah tangan yang dicatatkan di Kantor Notaris (Waarmerking);
- Perjanjian
Kredit Di bawah tangan yang ditandatangani di hadapan Notaris namun bukan
merupakan akta notarial (legalisasi).
2.
Perjanjian Kredit Notariil yaitu perjanjian yang dibuat dan ditandatangani oleh
para pihak di hadapan Notaris.
Perjanjian Notariil merupakan akta yang bersifat
otentik (dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang berwenang/Notaris)
Uraian mengenai bentuk perjanjian di bawah tangan atau
otentik telah dibahas dengan lebih terperinci dalam butir C BAB III di muka.
A.3. Struktur Perjanjian Kredit
Suatu perjanjian kredit pada umumnya terdiri
dari bagian-bagian sebagai berikut:
- Kepala/Judul
- Komparisi
Komparisi adalah bagian dari
perjanjian kredit yang memuat keterangan identitas para pihak.
3.
Isi, yaitu bagian dari perjanjian kredit yang memuat hal-hal yang
diperjanjikan para pihak termasuk pula Jaminan oleh nasabah debitor
4.
Premis
Premis merupakan bagian dari akta
yang berisi uraian yang memuat alasan-alasan atau dasar pertimbangan para pihak
dalam membuat perjanjian kredit. Dalam premis dimuat hal-hal atau pokok-pokok
pikiran yang merupakan konstalasi fakta-fakta secara singkat dan yang
menggerakkan para pihak untuk mengadakan perjanjian kredit.
5.
Batang Tubuh
Batang tubuh berisikan hal-hal yang
disetujui oleh para pihak, berupa klausula-klausula, baik klausula hukum maupun
klausula komersial yang berkaitan dengan pemberian fasilitas kredit.
6.
Kolom Tanda tangan (Signature Page)
Kolom tanda tangan berisikan tanda
tangan para pihak pembuat perjanjian.
A.4. Isi Perjanjian Kredit
Pada umumnya isi klausula yang
tercantum dalam perjanjian kredit dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian,
yaitu:
1.
Klausula Hukum (Legal Clauses)
Klausula Hukum adalah klausula yang berisikan
ketentuan-ketentuan hukum yang biasanya berlaku untuk pemberian fasilitas kredit.
Termasuk dalam klausula ini antara lain seperti klausula perlindungan Bank,
Debet Rekening, Condition Precedent, Pernyataan daan Jaminan (Representation
and Warranties), Covenant dan lain-lain.
2.
Klausula Komersial (Commercial Clauses)
Klausula Komersial adalah klausula yang berkaitan
dengan aspek komersial dalam pemberian fasilitas kredit, seperti jenis
fasilitas kredit, jumlah fasilitas kredit, jangka waktu kredit, ketentuan
pembayaran besarnya angsuran, ketentuan tentang denda dan bunga, asuransi, dan
lain-lain.
B.
Klausula-Klausula Perjanjian Kredit
Dalam praktek, bentuk dan materi Perjanjian Kredit
tidak selalu sama, disesuaikan dengan jenis fasilitas yang diberikan.
Namun demikian dalam suatu perjanjian kredit pada umumnya berisi klausula-klausula
sebagai berikut:
1. Klausula Fasilitas Kredit
Ketentuan–ketentuan yang berkaitan fasilitas kredit
umumnya terdiri dari:
·
Jenis,
jumlah, dan jangka waktu fasilitas.
·
Perubahan
mata uang pinjaman (klausula ini digunakan terutama untuk pinjaman non-Rupiah).
·
Penarikan
fasilitas kredit, jangka waktu penarikan, cara penarikan, bukti penarikan.
·
Pembuktian
hutang antara lain berupa Promes/CAR/atau PK tersebut.
·
Cara
Pembayaran kembali (installment atau langsung)
·
Pembayaran
kembali lebih cepat/awal (Voluntary or Mandatory)
·
Bunga.
·
Komisi dan
Fee.
·
Bunga denda
(apabila terjadi keterlambatan pembayaran).
·
Pembukuan
(lokasi dimana Bank akan membukukan pinjaman tersebut).
2. Klausula Kuasa Mendebet Rekening
Klausula ini dicantumkan sebagai dasar dari hak Bank
untuk melakukan pendebetan dari rekening-rekening Debitur yang ada di Bank.
3. Klausula Penggunaan Fasilitas Kredit
Tujuan penggunaan fasilitas kredit yang diberikan oleh
Bank kepada Debitur.
4.
Klausula Syarat Penarikan Pinjaman (Drawdown Condition)
Sebelum penandatanganan perjanjian
kredit dan sebelum suatu kredit dapat dicairkan Debitur biasanya disyaratkan
untuk menyerahkan beberapa dokumen –dokumen atau data yang dianggap penting
oleh Bank antara lain:
- Dokumen-dokumen
perusahaan/Identitas Debitur.
- Asli
surat kuasa.
- Salinan
surat izin usaha perdagangan dan/atau surat-surat izin lainnya.
- Asli
bukti-bukti hak kepemilikan atas Jaminan
- Invoice/Daftar
tagihan-tagihan/dokumen lain yang sejenis yang mencantumkan ketentuan
bahwa pembayaran melalui rekening Debitur yang ada di Bank.
·
Semua
Perjanjian Jaminan telah ditanda tangani dan dalam bentuk dan isi yang
disetujui Bank.
·
Debitur
tidak sedang dalam keadaan lalai berdasarkan ketentuan-ketentuan yangtermaktub
dalam Perjanjian ini atau berdasarkan sebab lain sesuai pertimbangan baik Bank.
5.
Klausula Pernyataan Debitur (Representations and Warranties)
Klausula ini berisikan pernytaan-pernyatan dari
Debitur mengenai: Kewenangan bertindak, Kekuatan Perjanjian, Tidak ada
tuntutan/sengketa dari pihak ketiga terutama yang dapat berakibat secara
materiil, kebenaran data-data yang diberikan oleh Debitur termasuk diantaranya
Laporan Keuangan, keabsahan Debitur untuk menjalankan usaha yang dibuktikan
dengan perijinan dari lembaga-lembaga yang berwenang, Tidak adanya tunggakan
Pajak yang harus dibayar, serta Debitur tidak dalam keadaan pailit atau digugat
pailit oleh Pihak ketiga.
6. Klausula Affirmative Covenant
Dalam pelaksanaan pemberian kredit Bank harus
memberikan batasan-batasan yang harus dipenuhi oleh Debitur (Affirmative
Covenant) selama dalam masa pemberian kredit. Ada beberapa covenant
standard yang biasanya wajib dicantumkan dalam perjanjian kredit antara lain
adalah:
- Menggunakan
Fasilitas Kredit seperti yang dipersyaratkan;
- Mengasuransikan
seluruh barang-barang yang dijadikan jaminan/agunan Fasilitas Kredit;
- Memberikan
ijin kepada Bank atau petugas-petugas yang diberi kuasa oleh Bank untuk:
(a) melakukan pemeriksaan (audit) terhadap buku-buku, catatan-catatan dan
administrasi Debitur serta memeriksa keadaan barang-barang jaminan, dan
(b) melakukan peninjauan ke dalam proyek, bangunan-bangunan lain dan
kantor-kantor yang digunakan Debitur;
- Memberikan
segala informasi/keterangan/data-data (seperti, namun tidak terbatas pada
laporan keuangan Debitur): (a) segala sesuatu sehubungan dengan keuangan
dan usaha Debitur, (b) bilamana terjadi keadaan yang dapat mempengaruhi
keadaan usaha atau keuangan Debitur, setiap waktu, baik diminta maupun
tidak diminta oleh Bank;
- Menyerahkan
data yang diminta oleh Bank dalam rangka pengawasan pemberian kredit
yaitu, antara lain namun tidak terbatas pada Laporan keuangan, laporan
inventory, daftar tagihan dan lain-lain.
Selain covenant di atas, dapat pula ditambahkan
affirmative covenant lain yang disesuaikan dengan struktur dari
fasilitas kredit yang diberikan.
7. Klausula Negative Covenant
Pelaksanaan pemberian kredit Bank harus memberikan
batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan oleh Debitur (Negative Covenant)
selama dalam masa pemberian kredit. Pelarangan/pembatasan tersebut dilakukan
dalam rangka memperkuat posisi Bank selaku Pemberi pinjaman. Adapun covenant
baku yang wajib dimasukkan dalam perjanjian kredit antara lain adalah:
- Pelarangan
untuk menjual /menyewakan asset;
- Tidak
menjaminkan asset pada pihak lain;
- Pelarangan
untuk menerima pinjaman lain;
- Pelarangan
untuk menjadi Penjamin/Penanggung, kecuali melakukan endorsemen atas
surat-surat yang dapat diperdagangkan untuk keperluan pembayaran atau
penagihan transaksi-transaksi lain yang lazim dilakukan dalam menjalankan
usaha;
- Pelarangan
untuk memberikan pinjaman;
- Pelarangan
untuk mengumumkan dan membagikan deviden saham Debitur;
- Pelarangan
untuk melakukan merger atau akuisisi;
- Pelarangan
untuk membayar atau membayar kembali pinjaman pemegang saham;
- Pelarangan
untuk merubah sifat dan kegiatan usaha Debitur seperti yang sedang
dijalankan dewasa ini;
- Pelarangan
untuk mengubah susunan pengurus (Direksi dan Komisaris), susunan para
pemegang saham, dan nilai saham.
Selain covenant di atas, dapat pula ditambahkan
negative covenant lain yang disesuaikan dengan struktur dari fasilitas
kredit yang diberikan.
8. Klausula Perlindungan Terhadap Penghasilan
Bank
Selama masa pemberian kredit, Bank selaku kreditur
wajib memperhatikan kemungkinan-kemungkinan timbulnya biaya-biaya yang harus
dibayar berkaitan dengan pemberian kredit tersebut. Debitur akan dibebankan
biaya–biaya tersebut dan dengan adanya klausula ini maka Debitur menyadari
bawah setiap biaya yang timbul harus dibayar atau ditanggung apabila ternyata
Bank terpaksa melakukan pembayaran terlebih dahulu maka Debitur akan
menggantinya dalam waktu secepatnya.
Adapun biaya-biaya yang biasanya timbul adalah:
- Biaya
pihak ketiga
- Biaya
yang diwajibkan oleh Undang-undang
9. Klausula
Jaminan
Untuk menjamin pembayaran dari pinjaman yang diberikan,
Debitur diminta untuk menyerahkan jaminan kepada Bank dimana jaminan tersebut
akan diikat sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Untuk Nasabah yang mendapatkan beberapa fasilitas
(pinjaman tidak dalam satu perjanjian) dimana masing masing fasilitas dijamin
oleh jaminan yang berbeda sebaiknya dicantumkan pula ketentuan mengenai Cross
Collateral. Penggunaan klausula cross collateral memberikan
keuntungan tambahan dimana jaminan-jaminan yang ada.
10. Klausula Kompensasi
Pasal mengenai Kompensasi ini diatur berkaitan dengan
adanya pasal 1425 sampai dengan 1429 KUH Perdata mengenai kompensasi
hutang. Klausula Kompensasi ini berisikan persetujuan dari Debitur untuk
melepaskan hak-haknya yang diatur dalam pasal tersebut, sehingga Debitur tidak
dapat mengkompensasikan piutang piutang dagang yang ia miliki kepada Bank (bila
ada) dengan hutangnya kepada Bank.
11. Pengalihan Hak
Maksud dari pencantuman klausula pengalihan hak ini
Debitur telah memberikan persetujuan kepada Bank untuk mengalihkan pinjaman
kepada Pihak ketiga dengan tanpa merubah kondisi yang telah disetujui
sebelumnya. Sedangkan Debitur tidak dapat mengalihkan pinjamannya kepada pihak
lain tanpa adanya persetujuan dari Bank.
12. Klausula Kelalaian
Klausula ini mencantumkan beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan Debitur dalam keadaan lalai atau dalam keadaan defalut sehingga
seluruh kewajiban Debitur menjadi jatuh tempo dan harus dibayarkan kembali
dengan seketika dan sekaligus seluruhnya, tanpa perlu adanya surat teguran juru
sita atau surat lainnya yang serupa dengan itu apabila terjadi salah satu
kejadian di bawah ini:
- Payment
Default / lalai
membayar kembali kewajibannya;
- Pelanggaran
atas ketentuan Perjanjian;
- Memberikan
informasi yang tidak benar;
- Keadaan
keuangan, bonafiditas dan solvabilitas Debitur mundur sedemikian rupa yang
dapat mengakibatkan Debitur tidak dapat membayar hutangnya lagi;
- Debitur
dinyatakan dalam keadaan pailit atau meminta penundaan pembayaran
hutang (“surseance van betaling“);
- Debitur
dibubarkan atau mengambil keputusan untuk bubar;
- Asset
Debitur seluruhnya atau sebagian disita oleh instansi yang berwajib dan
dianggap menjadi berkurang sehingga dapat membahayakan Pengembalian
Kredit;
- Jaminan
disita oleh instansi yang berwenang, atau rusak atau musnah karena sebab
apapun juga;
- Debitur
atau Penjamin lalai terhadap perjanjian lain terutama perjanjian yang
dapat meyebabkan Debitur wajib membayar jumlah tertentu;
- Bilamana
tidak dapat diperoleh salah satu atau beberapa atau seluruh ijin,
persetujuan atau wewenang, baru maupun perpanjangannya, yang dikeluarkan
oleh instansi yang berwajib dan yang disyaratkan;
- Nilai
asset/kekayaan milik Debitur menurut penilaian Bank menurun.
Tindakan-tindakan yang dapat diambil oleh Bank apabila
Debitur melakukan kelalaian adalah:
- Menghentikan
pemberian fasilitas kredit, apabila belum dicairkan;
- Meminta
pengembalian kredit secara seketika berikut bunga dan jumlah uang lainnya
yang terhutang.
- Melakukan
eksekusi terhadap Jaminan apabila Debitur tidak dapat mengembalikan
pinjaman secara penuh.
13. Klausula Ketentuan Tambahan dan Penutup
Pada bagian terakhir dari perjanjian kredit diatur
mengenai ketentuan-ketentuan yang belum tertampung secara khusus di dalam
klausula-klausula baku dalam perjanjian kredit. Klausula ini dimaksudkan untuk mengatur
syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang menyimpang dari syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan lain yang telah tercetak di dalam perjanjian kredit.
Klausula ini antara lain adalah:
Pilihan Hukum (Choice Of Law)
Dalam klausula ini para pihak menentukan hukum
tertentu yang akan diterapkan apabila terjadi perbedaan penafsiran maupun
apabila terdapat dispute (sengketa) di antara para pihak mengenai
perjanjian.
Pilihan Forum Penyelesaian Sengketa (Choice Of Forum)
Klausula ini dimaksudkan apabila terjadi dispute
(sengketa) maka Para Pihak telah setuju untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut melalui lembaga yang telah disepakati bersama. Pilihan lembaga
(forum) penyelesaian sengketa ini biasanya adalah Pengadilan atau Arbitrase,
khusus untuk Arbitrase harus ditegaskan dimana Arbitrase yang dimaksud.
Selain Pengadilan dan Arbitrase, telah berkembang pula
wacana penggunaan mekanisme Alternative Dispute Resolution (ADR) hanya
saja lembaga ini belum begitu dikenal di Indonesia dan keputusannya belum memiliki
kekuatan hukum yang pasti.
C. Hal – Hal Lain Yang Perlu Diperhatikan Dalam
Perjanjian Kredit
Dengan berlakunya Undang-undang No.8 tahun 1999
tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”), maka
dalam isi perjanjian kredit harus pula memenuhi ketentuan-ketentuan dalam UUPK,
seperti mengenai pencantuman klausula baku. Dimana dalam pasal 18 ayat (1) UUPK
menyebutkan bahwa dalam perjanjian kredit dilarang mencantumkan klausula baku,
antara lain:
- menyatakan tunduknya konsumen kepada
peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan
lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya.
- menyatakan
bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha pembebanan hak
tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar